slide show

Your pictures and fotos in a slideshow on MySpace, eBay, Facebook or your website!view all pictures of this slideshow

Rabu, 22 Oktober 2008

Model PAUD Kontemporer

Pendidikan Anak Usia Dini (Model Montessori)
Oleh : Icam Sutisna



Maria Montesori adalah seorang doktor dalam bidang kedokteran dan ia juga wanita pertama dari Italia yang meraih doktor dalam bidang ilmu antropologi. Dia membuat metode pendidikan dengan menggunakan nama dia sendiri yaitu Montessori. Banyak sekolah yang tidak menyebutkan secara khusus nama Montessori padahal metode dan alat-alat pengajaran yang digunakan merupakan ciptaan Montessori.
Montessori tertarik dalam dunia pendidikan ketika ia bekerja pada sebuah lembaga yang didalamnya terdapat anak-anak yang memiliki lemah pikirannya (feebleminded). Metode yang ia temukan juga tidak hanya untuk untuk anak-anak yang memiliki lemah pikiran tapi bisa juga digunakan kepada anak-anak yang tidak memiliki keterlambatan mental (mental retarded) alias anak normal. Sekolah yang pertama ia buka berada di kawasan yang miskin di wilayah Roma pada tahun 1907. Pengaruh model pendidikan Montessori juga sangat kuat di Amerika Serika sekitar tahun 1900an.
Bagaimana system belajar siswa dalam model Montessori? Ada beberapa elemen yang menjadi kunci dari philosofi Montessori yaitu penyerapan pikiran (absorbent mind), penataan/menyiapkan lingkungan (prepared environment), auto education, sensitive periods, dan prinsip-prinsip kebebasan pada anak.
1. Penyerapan pikiran (absorbent mind)
Konsep penyerapan pikiran (absorbent mind) sangat penting dalam filosofi Montessori. Konsep ini berlaku ketika anak tidak melakukan pekerjaan apa-apa yaitu selama masa kecil (infancy). Anak-anak memiliki kapasitas yang luar biasa dalam menyerap sesuatu yang ada di lingkungannya misalnya dalam penguasaan bahasa ibu anak secara langsung bisa menguasi tanpa ia harus belajar secara formal. Montessori percaya bahwa pada masa kecil anak tidak sadar menyerap semua yang ada disekelilingnya dan secara bertahap juga proses ini menuju kearah yang menjadi sadar. Anak menjadi sadar yaitu ketika dia mulai mengorganisasi pengalamannya dan membuat generalisasi. Contoh, setelah beberapa pengalaman mengenai gelas yang memiliki banyak jenis, anak menjadi mengerti “gelas” adalah sebuah kategori yang termasuk didalamnya tidak hanya semua yang ada adalah gelas tapi juga mungkin semua gelas. Untuk membangun anak agar menjadi pandai anak diberikan kebabasan mengembangkan pola di dalam dirinya sendiri.

2. Menata/menyiapkan lingkungan (prepared environment)
Menyiapkan lingkungan adalah memilih dan mengurutkan bahan-bahan yang memungkinkan dijadikan untuk belajar. Pemilihan bahan-bahan untuk kegiatan belajar harus hati-hati dan terlihat oleh anak-anak menarik. Meja dan kursi harus disesuaikan dengan ukuran anak dan pencahayaan juga harus di jaga sehingga membuat anak-anak nyaman dalam belajar. Lingkungan juga harus dibuat rapi agar anak-anak dapat di control. Lingkungan juga harus dibuat menarik untuk mengembangkan anak agar bisa menghargai keindahan. Ruang kelas dalam konsep Montessori di dekorasi dengan tumbuh-tumbuhan atau objek-objek lain dari alam dan juga dipenuhi dengan warna dan potongan-potongan yang memiliki nilai seni.
Guru bertanggung jawab untuk mengurutkan pengalaman anak untuk belajar mengenai konsep. Bahan untuk pembelajaran diurutkan dan siswa dapat memilih dari diantara bahan pembelajaran yang mereka sukai. Peran guru untuk membawa keluar dan mendemonstrasikan bahan/alat yang baru dalam waktu yang optimal dalam perkembangan masing-masing anak. Seorang guru memiliki prosedur demonstrasi untuk menggunakan bahan/alat, anak-anak dapat memilih bahan/alat yang akan dijadikan kegiatan mereka.

3. Auto Education
Auto education pada dasarnya adalah bahwa anak dapat mengajari dirinya sendiri (self-teaching) melalui pengalaman dengan bahan-bahan atau alat-alat. Anak-anak belajar untuk menjelaskan persepsi-persepsi mereka dan mengorganisasi pengalaman mereka melalui beberapa aktivitas.
Sebuah premis dasar dari filosofi Montessori adalah bahwa anak-anak menyalin atau mencontoh kenyataan bukannya mengkonstrukya. Dari menonton dan lalu mereka melakukannya atau mengerjakannya. Salah satu peran utama seorang guru Montessori yaitu mendemonstrasikan bagaimana bahan/alat untuk digunakan sebagai pelengkap tugasnya. Mendemonstrasikan bahan/alat harus sangat spesifik didalamnya ada prosedur yang tepat untuk menggunakan masing-masing dari sekumpulan bahan/alat tersebut. Anak-anak jangan ijinkan bebas berekspresi dengan bahan/alat hingga mereka menguasai prosedur tersebut dengan tepat.
Penggunaan bahan/alat dalam model Montessori memberikan pengaruh penting terhadap anak. Bahan/alat yang digunakan dalam model Montessori dapat berfungsi sebagai koreksi diri (self-correcting) artinya penggunaan bahan/alat bisa memberikan suatu penilaian pada diri anak. Apakah anak tersebut misalnya mampu mengembangkan keserasian dalam dirinya melalui permainan balok. Tentunya untuk dapat mengetahui penguasaan kemampuan dalam hal keserasian dapat dilihat dari tepat dan tidaknya anak mengikuti prosedur yang sudah diberikan oleh gurunya. Oleh sebab itu penggunaan bahan/alat dalam Monterssori harus dirancang sedemikan rupa sehingga bahan/alat tersebut bisa memberikan umpan balik (feed back) kepada anak yang menggunakannya.
Contoh, anak diberikan tugas untuk membangun menara dengan menggunakan balok. Prosedur penyusunan balok yaitu balok disusun dengan urutan dari balok yang paling besar berada di dasar atau dibawah dan diurutkan sampai balok yang paling kecil berada diatas. Pada kegiatan tersebut guru tidak boleh memberikan informasi atau isyarat kepada anak-anak sementara ia berusaha membangun. Jika menara balok dibangun dengan benar, maka masing-masing balok akan disusun sesuai dengan prosedur yang telah didemonstrasikan oleh gurunya yaitu dengan mengurutkan dari dasar balok yang paling besar disusun secara bertahap sesuai ukuran dari besar sampai ke yang kecil. Tujuan dari membangun menara balok dengan susunan di besar ke yang kecil yaitu untuk membantu anak mengembangkan kemampuan dalam keserasian.
Pada dasarnya bahan/alat dan latihan pada model Montessori dibagi kedalam empat kategori, yaitu :
1. Daily-living exercises, termasuk di dalamnya pemeriksaan fisik dan lingkungan serta termasuk tugas seperti membersihkan meja dan menyemir sepatu. Tujuan dari tugas ini tidak sederhana mengembangkan sebuah keterampilan tapi juga membantu untuk membangun dari dalam anak mengenai disiplin, mengorganisasi, kebebasan dan menghargai diri melalui konsentrasi pada kegiatan motorik yang tepat.
2. Sensorial materials yaitu di desain yang ditekankan untuk memperbaik sensori atau indera dengan tujuan untuk membantu anak dalam mengembangkan inteligensinya. Montessori percaya bahwa inteligensi itu adalah perkembangan anak dalam mengorganisasi dan mengelompokan persepsi-persepsi dalam sebuah mental. Sebuah contoh alat-alat sensori yaitu mengumpulkan tujuh contoh yang dari barang-barang tenun : beludru, sutera, wol, linen halus, linen kasar, katun halus, dan katun kasar. Anak-anak bisa belajar dari barang-barang tenun ini misalanya belajar memberikan mengenai nama-nama dari barang tersebut, dan juga bisa belajar untuk mengenali contoh-contoh tersebut melalui sentuhan.
3. academis material termasuk didalamnya yaitu huruf-huruf yang dapat di gerakan atau di pindah-pindahkan, ampelas atau penghapus dari kertas, membuat pesawat terbang dari kertas.
4. Artistic or cultural material, alat ini di desain untuk membantu anak-anak belajar mencintai dan mengapresiasi musik dan untuk belajar mengkontrol gerakan-gerakan tangan dan kaki mereka yang dipersiapkan untuk menari. Anak-anak diajari bagaimana menggunakan alat-alat musik dan untuk mengenalkan bunyi-bunyi musik melalui alat inderanya. Walaupun menggambar tidak diajarkan secara langsung, anak-anak belajar tentang garis dan warna sebagai perkenalan sebelum melukis.
Kebabas dalam memilih aktivitas dan ketika mengganti aktivitas adalah
sangat penting dalam pendidikan Montessori. Guru boleh membimbing anak-anak dengan mendemonstrasikan alat-alat baru yang mungkin mereka tertarik dan menantang bagi anak, tapi anak harus memilih yang mana alat yang akan mereka gunakan. Alat-alat yang akan anak-anak gunakan mereka harus mengetahui dengan benar alat yang akan digunakannya. Jika anak memilih alat yang tidak mereka bisa menggunakannya, guru boleh mengganti dengan memberikan pilihan lain. Kebebasan dalam memilih alat-alat yaitu berhubungan dengan konsep auto education yaitu anak-anak harus mendidik dirinya sendiri. Standing (1957) merangkum konsep ini menjadi dua yaitu :
1. anak-anak belajar dari aktivitas dirinya sendiri
2. dia harus diberikan sebuah mental yang bebas untuk mengambil apa yang diperlukan.
3. dia tidak harus ditanya dalam pilihannya. Guru harus menjawab kebutuhan mental anak, tidak dengan mendikte mereka.

4. Periode sensitive (sensitive periods)
Periode ini yaitu ketika anak mampu dan tertarik untuk belajar benda-benda yang spesifik. Konsep ini mirip dengan kesiapan (readiness). Contoh, ketika anak dalam periode sensitive dimana anak sangat mengagumkan, guru boleh memberikan alat-alat yang mempunyai bagian-bagian lebih kecil untuk diletakan bersama-sama. Guru Montessori melatih untuk mengamati periode sensitive ini dan menyediakan pengalaman yang tepat dari masing-masing masanya.

Tujuan Pendidikan Montessori
Tujuan yang paling penting dari pendidikan Montessori adalah untuk mengembangkan individu. Kenyataannya seorang anak belajar tidak sepenting seperti mental dia atau perkembangan intelektualnya. Oleh karena itu tujuan dari program Montessori ditekankan pada perkembangan keterampilan intelektual secara umum, bukannya khusus pada persoalan konsep mata pelajaran (subject-matter concept). Seperti dinyatakan oleh American Montessori Society (1984), tujuan dari program Montessori, yaitu :
1. konsentrasi (concentration)
2. Observasi (Observation)
3. Awareness of order and sequence
4. Koordinasi (coordination)
5. perceptual awareness and practical skills
6. Konsep matematika (Mathematical concept)
7. Keterampilan bahasa (language skills)
8. Keterampilan membaca dan menulis (reading and writing skills)
9. akrab/biasa dengan daya cipta seni (familiarity with the creative arts)
10. memahami sifat alam
11. pengalaman dan memahami ilmu social
12. pengalaman dengan keterampilan berpikir kritis melalui teknik
penyelesaian masalah.
Program-program Montessori juga memperhatikan perkembangan phisik, social, emosional dan intelektual. Pentingnya dari perkembangan fisik terefleksikan dalam permainan di luar ruangan (outdoor play) dan ikut berperan serat pada kegiatan tari atau gerakan yang menggunakan irama. Perkembangan social ditekankan dalam diskusi yang didalam bisa membentuk perilaku atau sikap menghargai dari pendapat, pekerjaan orang lain. Perkembangan intelektual dicapai melalui aktivitas yang dirancang untuk membantu anak mengorganisir, mengklasifikasi, merangkaikan, dan mempertingkan kesadaran persepsi anak.
Untuk mengembangan kemampuan persepsi anak bisa dilakukan melalui kegiatan mempertemukan/menghubungkan gambar (matching picture) atau dengan bermain puzzle. Belajar membedakan misalnya antara danau dengan pulau hal ini bisa dilakukan dengan membentuk model dengan menggunakan tanah liat.
Konsep materi pelajaran seperti kosa kata untuk menggambarkan pulau dan danau atau nama-nama huru alphabet yang dapat dilakukan melalui pembelajaran kelompok atau pembelajaran individu. Untuk belajar alphabet guru bisa menggunakan huruf alphabet yang bisa digerak-gerakan. Hal lain yang dapat dilakukan untuk belajar mengenai kosa kata yaitu dengan mendengarkan nama-nama suku kata melalui kegiatan bercerita.
Program Montessori dilakukan sebanyak dua atau tiga hari dalam seminggu. Pendekatan Montessori juga termasuk didalamnya yaitu untuk program pendidikan dasar. Program untuk anak-anak pada tingkat dasar yaitu pada dasarnya sama dengan program-program prasekolah, anak-anak diberikan bahan/alat-alat dan mereka diperbolehkan melakukan aktivitas sesuai dengan pilihannya. Pada tingkat dasar, penekanan lebih banyak pada mengenal huruf, seperti anak membuat kata dari huruf yang dapat digerakan. Mereka mulai menulis dengan mencontoh kata-kata lalu dilanjutkan menulis kalimat dan cerita. Pembelajaran membaca sering ditekankan menggunakan pendekatan fonetis (phonetic approach). Selain alat-alat yang tersedia untuk belajar membaca dalam Montessori juga tersedia banyak lagi alat-alat pembelajaran lainnya seperti alat untuk mengembangkan konsep matematika, social dan science.


Sumber :

1. Montessori. 1974. Her Method and the Movement What You Need to Know. Capricorn Books. G.P. Putnam’s New York.

2. Jo Ann brewer. 2007. Introduction to Early Childhood Education (Preschool through primasy Grades) sixth edition. Person. Boston, New York, San Fransisco, Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris, Hongkong, Singapore, Tokyo, Cape Town, and Sydney.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar