slide show

Your pictures and fotos in a slideshow on MySpace, eBay, Facebook or your website!view all pictures of this slideshow

Rabu, 22 Oktober 2008

Model PAUD Kontemporer

Pendidikan Anak Usia Dini (Model Montessori)
Oleh : Icam Sutisna



Maria Montesori adalah seorang doktor dalam bidang kedokteran dan ia juga wanita pertama dari Italia yang meraih doktor dalam bidang ilmu antropologi. Dia membuat metode pendidikan dengan menggunakan nama dia sendiri yaitu Montessori. Banyak sekolah yang tidak menyebutkan secara khusus nama Montessori padahal metode dan alat-alat pengajaran yang digunakan merupakan ciptaan Montessori.
Montessori tertarik dalam dunia pendidikan ketika ia bekerja pada sebuah lembaga yang didalamnya terdapat anak-anak yang memiliki lemah pikirannya (feebleminded). Metode yang ia temukan juga tidak hanya untuk untuk anak-anak yang memiliki lemah pikiran tapi bisa juga digunakan kepada anak-anak yang tidak memiliki keterlambatan mental (mental retarded) alias anak normal. Sekolah yang pertama ia buka berada di kawasan yang miskin di wilayah Roma pada tahun 1907. Pengaruh model pendidikan Montessori juga sangat kuat di Amerika Serika sekitar tahun 1900an.
Bagaimana system belajar siswa dalam model Montessori? Ada beberapa elemen yang menjadi kunci dari philosofi Montessori yaitu penyerapan pikiran (absorbent mind), penataan/menyiapkan lingkungan (prepared environment), auto education, sensitive periods, dan prinsip-prinsip kebebasan pada anak.
1. Penyerapan pikiran (absorbent mind)
Konsep penyerapan pikiran (absorbent mind) sangat penting dalam filosofi Montessori. Konsep ini berlaku ketika anak tidak melakukan pekerjaan apa-apa yaitu selama masa kecil (infancy). Anak-anak memiliki kapasitas yang luar biasa dalam menyerap sesuatu yang ada di lingkungannya misalnya dalam penguasaan bahasa ibu anak secara langsung bisa menguasi tanpa ia harus belajar secara formal. Montessori percaya bahwa pada masa kecil anak tidak sadar menyerap semua yang ada disekelilingnya dan secara bertahap juga proses ini menuju kearah yang menjadi sadar. Anak menjadi sadar yaitu ketika dia mulai mengorganisasi pengalamannya dan membuat generalisasi. Contoh, setelah beberapa pengalaman mengenai gelas yang memiliki banyak jenis, anak menjadi mengerti “gelas” adalah sebuah kategori yang termasuk didalamnya tidak hanya semua yang ada adalah gelas tapi juga mungkin semua gelas. Untuk membangun anak agar menjadi pandai anak diberikan kebabasan mengembangkan pola di dalam dirinya sendiri.

2. Menata/menyiapkan lingkungan (prepared environment)
Menyiapkan lingkungan adalah memilih dan mengurutkan bahan-bahan yang memungkinkan dijadikan untuk belajar. Pemilihan bahan-bahan untuk kegiatan belajar harus hati-hati dan terlihat oleh anak-anak menarik. Meja dan kursi harus disesuaikan dengan ukuran anak dan pencahayaan juga harus di jaga sehingga membuat anak-anak nyaman dalam belajar. Lingkungan juga harus dibuat rapi agar anak-anak dapat di control. Lingkungan juga harus dibuat menarik untuk mengembangkan anak agar bisa menghargai keindahan. Ruang kelas dalam konsep Montessori di dekorasi dengan tumbuh-tumbuhan atau objek-objek lain dari alam dan juga dipenuhi dengan warna dan potongan-potongan yang memiliki nilai seni.
Guru bertanggung jawab untuk mengurutkan pengalaman anak untuk belajar mengenai konsep. Bahan untuk pembelajaran diurutkan dan siswa dapat memilih dari diantara bahan pembelajaran yang mereka sukai. Peran guru untuk membawa keluar dan mendemonstrasikan bahan/alat yang baru dalam waktu yang optimal dalam perkembangan masing-masing anak. Seorang guru memiliki prosedur demonstrasi untuk menggunakan bahan/alat, anak-anak dapat memilih bahan/alat yang akan dijadikan kegiatan mereka.

3. Auto Education
Auto education pada dasarnya adalah bahwa anak dapat mengajari dirinya sendiri (self-teaching) melalui pengalaman dengan bahan-bahan atau alat-alat. Anak-anak belajar untuk menjelaskan persepsi-persepsi mereka dan mengorganisasi pengalaman mereka melalui beberapa aktivitas.
Sebuah premis dasar dari filosofi Montessori adalah bahwa anak-anak menyalin atau mencontoh kenyataan bukannya mengkonstrukya. Dari menonton dan lalu mereka melakukannya atau mengerjakannya. Salah satu peran utama seorang guru Montessori yaitu mendemonstrasikan bagaimana bahan/alat untuk digunakan sebagai pelengkap tugasnya. Mendemonstrasikan bahan/alat harus sangat spesifik didalamnya ada prosedur yang tepat untuk menggunakan masing-masing dari sekumpulan bahan/alat tersebut. Anak-anak jangan ijinkan bebas berekspresi dengan bahan/alat hingga mereka menguasai prosedur tersebut dengan tepat.
Penggunaan bahan/alat dalam model Montessori memberikan pengaruh penting terhadap anak. Bahan/alat yang digunakan dalam model Montessori dapat berfungsi sebagai koreksi diri (self-correcting) artinya penggunaan bahan/alat bisa memberikan suatu penilaian pada diri anak. Apakah anak tersebut misalnya mampu mengembangkan keserasian dalam dirinya melalui permainan balok. Tentunya untuk dapat mengetahui penguasaan kemampuan dalam hal keserasian dapat dilihat dari tepat dan tidaknya anak mengikuti prosedur yang sudah diberikan oleh gurunya. Oleh sebab itu penggunaan bahan/alat dalam Monterssori harus dirancang sedemikan rupa sehingga bahan/alat tersebut bisa memberikan umpan balik (feed back) kepada anak yang menggunakannya.
Contoh, anak diberikan tugas untuk membangun menara dengan menggunakan balok. Prosedur penyusunan balok yaitu balok disusun dengan urutan dari balok yang paling besar berada di dasar atau dibawah dan diurutkan sampai balok yang paling kecil berada diatas. Pada kegiatan tersebut guru tidak boleh memberikan informasi atau isyarat kepada anak-anak sementara ia berusaha membangun. Jika menara balok dibangun dengan benar, maka masing-masing balok akan disusun sesuai dengan prosedur yang telah didemonstrasikan oleh gurunya yaitu dengan mengurutkan dari dasar balok yang paling besar disusun secara bertahap sesuai ukuran dari besar sampai ke yang kecil. Tujuan dari membangun menara balok dengan susunan di besar ke yang kecil yaitu untuk membantu anak mengembangkan kemampuan dalam keserasian.
Pada dasarnya bahan/alat dan latihan pada model Montessori dibagi kedalam empat kategori, yaitu :
1. Daily-living exercises, termasuk di dalamnya pemeriksaan fisik dan lingkungan serta termasuk tugas seperti membersihkan meja dan menyemir sepatu. Tujuan dari tugas ini tidak sederhana mengembangkan sebuah keterampilan tapi juga membantu untuk membangun dari dalam anak mengenai disiplin, mengorganisasi, kebebasan dan menghargai diri melalui konsentrasi pada kegiatan motorik yang tepat.
2. Sensorial materials yaitu di desain yang ditekankan untuk memperbaik sensori atau indera dengan tujuan untuk membantu anak dalam mengembangkan inteligensinya. Montessori percaya bahwa inteligensi itu adalah perkembangan anak dalam mengorganisasi dan mengelompokan persepsi-persepsi dalam sebuah mental. Sebuah contoh alat-alat sensori yaitu mengumpulkan tujuh contoh yang dari barang-barang tenun : beludru, sutera, wol, linen halus, linen kasar, katun halus, dan katun kasar. Anak-anak bisa belajar dari barang-barang tenun ini misalanya belajar memberikan mengenai nama-nama dari barang tersebut, dan juga bisa belajar untuk mengenali contoh-contoh tersebut melalui sentuhan.
3. academis material termasuk didalamnya yaitu huruf-huruf yang dapat di gerakan atau di pindah-pindahkan, ampelas atau penghapus dari kertas, membuat pesawat terbang dari kertas.
4. Artistic or cultural material, alat ini di desain untuk membantu anak-anak belajar mencintai dan mengapresiasi musik dan untuk belajar mengkontrol gerakan-gerakan tangan dan kaki mereka yang dipersiapkan untuk menari. Anak-anak diajari bagaimana menggunakan alat-alat musik dan untuk mengenalkan bunyi-bunyi musik melalui alat inderanya. Walaupun menggambar tidak diajarkan secara langsung, anak-anak belajar tentang garis dan warna sebagai perkenalan sebelum melukis.
Kebabas dalam memilih aktivitas dan ketika mengganti aktivitas adalah
sangat penting dalam pendidikan Montessori. Guru boleh membimbing anak-anak dengan mendemonstrasikan alat-alat baru yang mungkin mereka tertarik dan menantang bagi anak, tapi anak harus memilih yang mana alat yang akan mereka gunakan. Alat-alat yang akan anak-anak gunakan mereka harus mengetahui dengan benar alat yang akan digunakannya. Jika anak memilih alat yang tidak mereka bisa menggunakannya, guru boleh mengganti dengan memberikan pilihan lain. Kebebasan dalam memilih alat-alat yaitu berhubungan dengan konsep auto education yaitu anak-anak harus mendidik dirinya sendiri. Standing (1957) merangkum konsep ini menjadi dua yaitu :
1. anak-anak belajar dari aktivitas dirinya sendiri
2. dia harus diberikan sebuah mental yang bebas untuk mengambil apa yang diperlukan.
3. dia tidak harus ditanya dalam pilihannya. Guru harus menjawab kebutuhan mental anak, tidak dengan mendikte mereka.

4. Periode sensitive (sensitive periods)
Periode ini yaitu ketika anak mampu dan tertarik untuk belajar benda-benda yang spesifik. Konsep ini mirip dengan kesiapan (readiness). Contoh, ketika anak dalam periode sensitive dimana anak sangat mengagumkan, guru boleh memberikan alat-alat yang mempunyai bagian-bagian lebih kecil untuk diletakan bersama-sama. Guru Montessori melatih untuk mengamati periode sensitive ini dan menyediakan pengalaman yang tepat dari masing-masing masanya.

Tujuan Pendidikan Montessori
Tujuan yang paling penting dari pendidikan Montessori adalah untuk mengembangkan individu. Kenyataannya seorang anak belajar tidak sepenting seperti mental dia atau perkembangan intelektualnya. Oleh karena itu tujuan dari program Montessori ditekankan pada perkembangan keterampilan intelektual secara umum, bukannya khusus pada persoalan konsep mata pelajaran (subject-matter concept). Seperti dinyatakan oleh American Montessori Society (1984), tujuan dari program Montessori, yaitu :
1. konsentrasi (concentration)
2. Observasi (Observation)
3. Awareness of order and sequence
4. Koordinasi (coordination)
5. perceptual awareness and practical skills
6. Konsep matematika (Mathematical concept)
7. Keterampilan bahasa (language skills)
8. Keterampilan membaca dan menulis (reading and writing skills)
9. akrab/biasa dengan daya cipta seni (familiarity with the creative arts)
10. memahami sifat alam
11. pengalaman dan memahami ilmu social
12. pengalaman dengan keterampilan berpikir kritis melalui teknik
penyelesaian masalah.
Program-program Montessori juga memperhatikan perkembangan phisik, social, emosional dan intelektual. Pentingnya dari perkembangan fisik terefleksikan dalam permainan di luar ruangan (outdoor play) dan ikut berperan serat pada kegiatan tari atau gerakan yang menggunakan irama. Perkembangan social ditekankan dalam diskusi yang didalam bisa membentuk perilaku atau sikap menghargai dari pendapat, pekerjaan orang lain. Perkembangan intelektual dicapai melalui aktivitas yang dirancang untuk membantu anak mengorganisir, mengklasifikasi, merangkaikan, dan mempertingkan kesadaran persepsi anak.
Untuk mengembangan kemampuan persepsi anak bisa dilakukan melalui kegiatan mempertemukan/menghubungkan gambar (matching picture) atau dengan bermain puzzle. Belajar membedakan misalnya antara danau dengan pulau hal ini bisa dilakukan dengan membentuk model dengan menggunakan tanah liat.
Konsep materi pelajaran seperti kosa kata untuk menggambarkan pulau dan danau atau nama-nama huru alphabet yang dapat dilakukan melalui pembelajaran kelompok atau pembelajaran individu. Untuk belajar alphabet guru bisa menggunakan huruf alphabet yang bisa digerak-gerakan. Hal lain yang dapat dilakukan untuk belajar mengenai kosa kata yaitu dengan mendengarkan nama-nama suku kata melalui kegiatan bercerita.
Program Montessori dilakukan sebanyak dua atau tiga hari dalam seminggu. Pendekatan Montessori juga termasuk didalamnya yaitu untuk program pendidikan dasar. Program untuk anak-anak pada tingkat dasar yaitu pada dasarnya sama dengan program-program prasekolah, anak-anak diberikan bahan/alat-alat dan mereka diperbolehkan melakukan aktivitas sesuai dengan pilihannya. Pada tingkat dasar, penekanan lebih banyak pada mengenal huruf, seperti anak membuat kata dari huruf yang dapat digerakan. Mereka mulai menulis dengan mencontoh kata-kata lalu dilanjutkan menulis kalimat dan cerita. Pembelajaran membaca sering ditekankan menggunakan pendekatan fonetis (phonetic approach). Selain alat-alat yang tersedia untuk belajar membaca dalam Montessori juga tersedia banyak lagi alat-alat pembelajaran lainnya seperti alat untuk mengembangkan konsep matematika, social dan science.


Sumber :

1. Montessori. 1974. Her Method and the Movement What You Need to Know. Capricorn Books. G.P. Putnam’s New York.

2. Jo Ann brewer. 2007. Introduction to Early Childhood Education (Preschool through primasy Grades) sixth edition. Person. Boston, New York, San Fransisco, Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris, Hongkong, Singapore, Tokyo, Cape Town, and Sydney.



PAUD. Mengapa Penting?

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

MENGAPA PENTING?

(Mengenal Sebuah Hakikat)

Oleh : Pupung Puspa Ardini, S.Pd

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, siapa yang tidak mengenal istilah ini. Saat ini isitilah Pendidikan Anak Usia Dini sedang melambung di Indonesia. ‘Last but not least’ Pendidikan Anak Usia Dini semakin diperhatikan oleh pemerintah dan juga masyarakat Indonesia. Namun, terdapat beberapa pihak yang masih mengkotak-kotakkan PAUD untuk sebuah kepentingan. Sebuah proyek pemerintah berupa dana luar negeri yang dikucurkan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan Pendidikan Untuk Anak Usia Dini dengan memisahkan jalur pendidikan ini secara ‘saklek’. Dan mematok bahwa PAUD formal dan non-formal adalah dua PAUD yang berbeda dan milik sebuah lembaga. Saya akui mengenai jalur-jalur pendidikan ini tertulis dengan jelas di dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 pasal 28, namun makna yang sesungguhnya tentang PAUD tidak sesempit itu. Pendidikan Anak yang diberikan dijalur formal maupun non formal dilakukan dengan cara, metode, serta strategi yang sama dan secara psikologis maupun fisiologis disesuaikan dengan tahap perkembangan individu anak.

Pendidikan Anak Usia Dini adalah Pendidikan yang diberikan untuk anak usia dini. Mari kita pilah istilah ini,kita mulai dari kata ‘Pendidikan’ adalah suatu proses yang dilakukan untuk membantu peserta didik mengembangkan potensi yang anak didik miliki (Langeveld).sedangkan ‘Anak Usia Dini’ adalah anak usia 0 – 8 tahun (The National Association Education of Young Children). Kenapa Usia Dini 0 – 8 tahun? Hal ini didasarkan pada teori kognitif menurut Piaget, yang menyatakan anak usia 2 – 7 tahun berada pada tahap pra-operasional konkret. Tahap kognitif yang masih memerlukan objek konkret dalam memahami informasi. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka Anak Usia Dini adalah suatu proses yang dilakukan untuk membantu anak usia 0 – 8 tahun mengembangkan potensi yang mereka miliki. Mengapa Pendidikan Anak Usia Dini perlu dilakukan, karena pada masa usia ini anak berada pada masa emas dan masa peka perkembangan (Montessori). Selain itu pendidikan anak usia dini juga diperlukan sebagai fondasi dasar untuk tahap perkembangan selanjutnya. Ibarat membangun sebuah rumah agar kokoh, kuat, dan tahan terhadap terpaan angin maka fondasi yang dibuat itu harus kuat. Agar manusia kuat dan kokoh dalam kehidupan dan tahap perkembangan selanjutnya, maka perlu dilakukan pendidikan sejak dini.

Belakangan ini berkembang di masyarakat bahwa PAUD terkotak-kotak jalur pendidikannya dan terdapat beberapa lembaga yang mengklaim bahwa PAUD adalah miliknya. Dengan alasan beberapa bentuk lembaga pendidikan anak usia dini berada di bawah naungannnya. Yang sebenarnya itu hanya masalah kelembagaan bukan substansi ilmu, dan yang terpenting dalam pemberian pendidikan itu adalah ilmunya tidak peduli lembaga. Jangan pernah lupa, Undang-undang di buat berdasarkan ilmu dan pendapat para ahli, bukan sebaliknya. Kalau mau bicara lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, yaitu keluarga (informal), Tempat Penitipan Anak, Kelompok Bermain (nonformal), Taman-kanak-kanak dan Sekolah Dasar Kelas awal, yaitu kelas I, II, III (formal) (Undang-undang SISDIKNAS No.20 tahun 2003). Karena Pendidikan ini untuk anak usia 0 – 8 tahun. Bukan hanya di bawah naungan DIKNAS tapi terdapat juga lembaga di DEPSOS dan DEPAG yang menaungi program Pendidikan Anak Usia Dini. Lembaga-lembaga pemerintah ini memiliki bidang khusus yang konsern pada pendidikan anak usia dini dalam struktur organisasinya dan memiliki tujuan yang jelas untuk mengoptimalkan perkembangan dan pertumbuhan anak usia dini di Indonesia.

Dalam hal ini Pendidikan Anak Usia Dini memiliki beberapa tujuan, diantaranya yaitu pertama, sebagai kerangka dasar (fondasi) bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta bagi pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Kedua, untuk mengintervensi sejak dini dengan memberikan rangsangan edukasi sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi tersembunyi yang terdapat pada diri anak. Ketiga, selain potensi-potensi tersembunyi Pendidikan Anak Usia Dini juga dapat mengembangkan potensi-potensi yang sudah tampak pada diri anak. Keempat, agar dapat melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai tujuan Pendidikan Anak Usia Dini dapat ditelaah beberapa fungsi stimulasi edukasi tersebut, yaitu pertama, fungsi adaptasi/sosial yang berperan dalam membantu anak menyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi di sekitarnya kemudian hal tersebut ia sesuaikan dengan keadaan dalam dirinya sendiri sebagai pengenalan berbagai pola sikap, perilaku, kebiasaan, dan sifat orang disekitar yang akan membantu anak memahami aspek-aspek psikologis dari lingkungan social anak. Kedua, fungsi pengembangan yang berperan dalam menumbuhkembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak dengan memberikan suatu situasi atau lingkungan yang edukatif sehingga potensi-potensi tersebut dapat berkembang optimal dan bermanfaat bagi anak itu sendiri dan lingkungannya. Ketiga, fungsi bermain karena bermain adalah merupakan hak anak sepanjang rentang hidupnya, melalui bermain anak dapat memperoleh banyak pengetahuan dan melalui kegiatan menyenangkan ini neuron-neuron otak anak berkembang dengan sangat pesat (Jane M. Healy).

Sebagai suatu disiplin keilmuan sendiri selain tujuan dan fungsi, Pendidikan Anak Usia dini juga memiliki suatu pola prinsip dalam melaksanakan aktivitas pendidikan bagi anak usia dini. Prinsip ini digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan program pengembangan pendidikan bagi anak usia dini. Beberapa prinsip tersebut, yaitu :

1) Prinsip Pengamatan

Indera mata adalah gerbang utama masuknya sebagian besar informasi (pengetahuan). Melalui syaraf-syaraf sensorik mata, informasi yang diterima akan dilanjutkan ke syaraf otak. Hal ini diperkuat oleh penelitian majalah People tahun 1988 bahwa 75 % pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan (visual memory). Kemampuan tersebut dapat berkembang optimal melalui berbagai kegiatan yang merangsang visual memory anak. Dengan demikian anak akan mengenal, memahami, membedakan, menyimpulkan dan menyampaikan kembali berbagai informasi (pengethuan) yang diterimanya.

2) Prinsip Peragaan

Prinsip ini pada dasarnya sama dengan pengamatan, yaitu pengembangan yang terpusat pada indera mata. Hal ini karena berbagai aspek informasi yang bersifat abstrak seperti pesan-pesan moral dan sikap keagamaan harus diperagakan secara langsung oleh pendidik maupun secara bersama-sama oleh anak itu sendiri. Hal ini juga didasari oleh tahapan kognitif anak usia dini yang masih berada pada tahap pra operasional konkret (Piaget). Pada masa ini anak belum dapat memahami hal-hal yang abstrak dan memerlukan objek konkret ketika menerima informasi dan hal ini dapat dilakukan dengan melakukan peragaan.

3) Prinsip Bermain sambil Belajar

Bermain sambil belajar mengandung makna bahwa melalui bermain anak dapat belajar. Melalui bermain anak dapat memperoleh pengetahuan mengenai sebuah konsep pembelajaran dan melalui belajar anak dapat bereksplorasi mengemabngkan kreatifitasnya (Montessori dan Cherry). Seperti yang sudah disingung sebelumnya bahwa melalui kondisi menyenangkan yang tercipta ketika bermain tanpa anak saari neuron-neuron otak anak berkembang dengan pesat.

4) Prinsip Otoaktifitas

Otoaktifitas adalah keaktifan yang muncul dari dorongan dalam diri anak sendiri. Hal ini secara alami terdapat dalam diri anak contohnya menggigit jari atau bermain mengayunkan kaki. Otoaktifitas yang datangnya secara insidental ini harus mendapat respon positif dari pendidik sehingga dapat dikembangkan menjadi otoaktifitas yang bersifat permanen. Melalui otoaktifitas yang diarahkan maka berbagai aspek perkembangan anak akan berkembang optimal, misalnya melalui kegiatan bermain jari jika diberikan alat permainan edukatif seperti plastisin atau lego maka dengan demikian motorik halusnya dapat berkembang lebih optimal dan lebih terampil.

5) Prinsip Kebebasan

Bebas yang dimaksud dalam prinsip pengembangan anak usia dini ini adalah kebebasan yang terarah bukan liar tanpa batas. Bebas di sini adalah bebas berekspresi, bereksplorasi, berkreasi, bermain dengan aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan pendidik bersama anak-anak. Kebebasan ini tetap disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan tahapan perkembangan anak sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dengan optimal.

6) Prinsip keterkaitan dan keterpaduan

Dalam hal ini pendidikan yang diberikan untuk anak usia dini ( dari segi pengembangan dan metodoligi) harus diberikan secara terpadu atau terkait sehingga memungkinkan terjadinya pengembangan berbagai macam potensi ang terdapat pada diri anak. Sebagai contoh, ketika pendidik memberikan stimulasi benda dengan bentuk dan warna yang menarik untuk mengembangkan kemampuan visual (pengamatan) dapat juga dipadukan dengan kemampuan auditori (pendegaran) dan taktil (perabaan). Benda tersebut dapat dimodifikasi dengan memberikan nada suara serta dapat disentuh dan dipegang oleh anak.

Untuk itu mari kita buka lagi wacana kita tentang Pendidikan Anak Usia Dini. Lembaga-lembaga kelompok bermain yang banyak tersebar di Gorontalo ini coba untuk tidak mengkhususkan diri dengan menyebut bahwa lembaga itu bernama PAUD, karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa lembaga PAUD adalah keluarga, Tempat Penitipan Anak, Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, dan Sekolah Dasar Kelas Awal (I – III) tidak hanya kelompok bermain saja. Karena kalau mau bicara PAUD ya…usia 0 – 8 tahun. Itulah PAUD sesungguhnya……